Adakah aku Layak Di Cintai
Dalam sebuah riwayat hadith dikisahkan.
Ketika itu baginda Rasulullah SAW tengah duduk berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Di situ ada saidina Ali, Uthman, Abu Bakar, Umar dan lainnya. Lalu kemudian baginda bertanya,
"Wahai sahabatku, tahukah kalian siapa hamba Allah yang mulia di sisi Allah?"
Para sahabat terdiam. Lalu ada seorang sahabat berkata,
"Para malaikat, Rasulullah, merekalah yang mulia."
Rasulullah menjawab,
"Ya, para malaikat itu mulia, mereka dekat dengan Allah dan mereka sentiasa bertasbih dan beribadah kepada Allah, tentulah merekalah mulia tapi bukan itu yang aku maksudkan."
Lalu para sahabat kembali terdiam, tiba-tiba seorang sahabat kembali berkata,
"Ya Rasulullah, tentu para nabi, merekalah yang mulia itu."
Nabi Muhammad tersenyum. Baginda berkata,
"Ya, para nabi itu mulia, mereka adalah utusan Allah di muka bumi, bagaimana mungkin mereka tidak mulia, mereka mulia. Tapi ada lagi yang lain."
Para sahabat terdiam, tertanya siapalah lagi mereka itu. Lalu salah seorang sahabat berkata,
"Apakah kami sahabatmu, ya Rasulullah? Apakah kami yang mulia itu?"
Bayangkan, Baginda memandang wajah mereka semua satu persatu, Baginda tersenyum melihat para sahabat. Baginda berkata,
"Tentulah kalian mulia, kalian dekat denganku, kalian membantu perjuanganku, mana mungkin kalian tidak mulia, Tentulah kalian mulia, tetapi ada yang lain yang mulia."
Para sahabat terdiam kesemuanya, mereka tidak mampu berkata apa-apa lagi.
Lalu bayangkan. Tiba-tiba, baginda Nabi Muhammad menundukkan wajahnya. Bayangkan tiba-tiba baginda menangis di hadapan sahabat-sahabat. Para sahabat tertanya,
"Mengapa engkau menangis ya Rasulullah?"
Lalu bayangkan, Rasulullah mengangkat wajahnya, terlihat bagaimana air mata berlinang membasahi pipi dan janggutnya. Lalu baginda berkata,
"Wahai sahabatku, tahukah kalian siapa yang mulia itu. Mereka adalah manusia-manusia. Mereka akan lahir jauh setelah wafatku nanti. Mereka begitu mencintai Allah, dan tahukah kalian, mereka tak pernah memandangku. Mereka tidak pernah melihat wajahku. Mereka hidup tidak dekat dengan aku seperti kalian. Tapi mereka begitu rindu kepadaku. Dan saksikanlah wahai sahabatku semuanya, aku pun rindu kepada kepada mereka, mereka yang mulia itu, merekalah itulah UMATKU."
Bayangkan saat itu Nabi Muhammad menitiskan air matanya, semua sahabat menangis.
+++
Cuba tanyakan pada diri kita kembali,
"Siapa yang dirindukan Nabi Muhammad, siapa yang didoakan nabi Muhammad setiap waktu. Demi Allah, cuba tanya pada diri kita masing-masing."
Tanyalah jauh ke dalam lubuk hati kita, ikhwah-ikhwah,
"Sudahkah aku mencintai Nabi Muhammad?"
+++
Dalam sujud, aku menangis merayu pada diri Mu.
Memang tidak ku nafikan, dia sangat menyayangi diri ini. Tetapi berkali-kali ku ingatkan pada diri, kasih sayang itu tidak abadi!
'Berpada-padalah dalam menyayangi, jika tidak kelak dikau akan menangisi!'
Entah dari mana suara itu datang dan berbisik pesanan, kemudian hilang.
Namun kini, ku pula yang terkena panahan kasihnya itu. Semakin ku lari, semakin dia mendekati. Benarlah. Menjaga sekeping hati amat sukar sekali. Perlu sangat cermat dan berhati-hati. Ku mengeluh, melepaskan sebuah keluhan perasaan yang berat, yang semakin memberati rasa hati.
Jiwa ini tidak lagi suci, terasa ia tersangat kotor.
"Ya Ilahi, di manakah Engkau selama ini yang bertakhta di hati? Kenapa ia sekarang telah terganti dengan makhlukMu? Kenapa diri terlalu tega menggantikan tempat teragung itu dengan insan dan makhlukMu yang hina?"
Hati bermonolog lagi sendirian. Tidak! Ia punya peneman. Sang Tuhan yang sentiasa sentiasa ada mendengar setiap keluhan.
"Astaghfirullahalazim.... Ighfirli Robbi... Ighfirli...."
Bibir memantulkan kalimah suci itu perlahan-lahan. Bibir diketap erat. Menahan tangkai emosi yang kian membuak-buak rasa pilu dan syahdu bila menyebutkan nama terindah itu, jiwa menjadi mudah terusik.
Berbicara dengan Sang Agung, air jernih itu terus menitis kemudian semakin mencurah-curah. Teresak-esak.
"Ya Rabbi, pegang hati ini, dakaplah ia seerat-eratnya, jangan sesekali biarkan ia termiliki oleh makhlukMu, ku tidak sanggup menggantikan tempatMu dengan yang lain, tidak sanggup juga berkongsi rasa itu, ku cuma mahu kasih itu teragung untukMu, ku cuma mahu rindu itu terpatri untukMu, ku cuma mahu cinta itu hanya membunga untukMu Tuhan, jangan biarkan daku terkalahkan dengan emosi dan perasaan yang seringkali dipermainkan oleh syaitan.
Ya muqallibal qulub, tetapkanlah jiwa ini setulusnya di jalanMu, pancarkan cahaya bagiku di jalan yang gelap agar aku tidak teraba-raba kesepian sendirian di hujung jalan yang kelam, jangan biarkan ku terus begini tanpaMu disisi.
Tuhan, Izinkanlah! Cuma ingin Engkau yang bertakhta di hati ini "
Memang tidak ku nafikan, dia sangat menyayangi diri ini. Tetapi berkali-kali ku ingatkan pada diri, kasih sayang itu tidak abadi!
'Berpada-padalah dalam menyayangi, jika tidak kelak dikau akan menangisi!'
Entah dari mana suara itu datang dan berbisik pesanan, kemudian hilang.
Namun kini, ku pula yang terkena panahan kasihnya itu. Semakin ku lari, semakin dia mendekati. Benarlah. Menjaga sekeping hati amat sukar sekali. Perlu sangat cermat dan berhati-hati. Ku mengeluh, melepaskan sebuah keluhan perasaan yang berat, yang semakin memberati rasa hati.
Jiwa ini tidak lagi suci, terasa ia tersangat kotor.
"Ya Ilahi, di manakah Engkau selama ini yang bertakhta di hati? Kenapa ia sekarang telah terganti dengan makhlukMu? Kenapa diri terlalu tega menggantikan tempat teragung itu dengan insan dan makhlukMu yang hina?"
Hati bermonolog lagi sendirian. Tidak! Ia punya peneman. Sang Tuhan yang sentiasa sentiasa ada mendengar setiap keluhan.
"Astaghfirullahalazim.... Ighfirli Robbi... Ighfirli...."
Bibir memantulkan kalimah suci itu perlahan-lahan. Bibir diketap erat. Menahan tangkai emosi yang kian membuak-buak rasa pilu dan syahdu bila menyebutkan nama terindah itu, jiwa menjadi mudah terusik.
Berbicara dengan Sang Agung, air jernih itu terus menitis kemudian semakin mencurah-curah. Teresak-esak.
"Ya Rabbi, pegang hati ini, dakaplah ia seerat-eratnya, jangan sesekali biarkan ia termiliki oleh makhlukMu, ku tidak sanggup menggantikan tempatMu dengan yang lain, tidak sanggup juga berkongsi rasa itu, ku cuma mahu kasih itu teragung untukMu, ku cuma mahu rindu itu terpatri untukMu, ku cuma mahu cinta itu hanya membunga untukMu Tuhan, jangan biarkan daku terkalahkan dengan emosi dan perasaan yang seringkali dipermainkan oleh syaitan.
Ya muqallibal qulub, tetapkanlah jiwa ini setulusnya di jalanMu, pancarkan cahaya bagiku di jalan yang gelap agar aku tidak teraba-raba kesepian sendirian di hujung jalan yang kelam, jangan biarkan ku terus begini tanpaMu disisi.
Tuhan, Izinkanlah! Cuma ingin Engkau yang bertakhta di hati ini "
Tuhan, Izinkanlah! Cuma Ingin Rasulullah Yang bertakhta di hati ini’
Berkali-kali kalimah itu diungkapkan pilu dalam pelantaran sujudnya. Wajah diraup setelah tangan menadah. Hati terus berdoa dan berharap, semoga Dia menerima segala-galanya.
Berkali-kali kalimah itu diungkapkan pilu dalam pelantaran sujudnya. Wajah diraup setelah tangan menadah. Hati terus berdoa dan berharap, semoga Dia menerima segala-galanya.
sedih bace artikel ini..emo lak pulak:)
ReplyDeleteJiwa ini tidak lagi suci, terasa ia tersangat kotor.
"Ya Ilahi, di manakah Engkau selama ini yang bertakhta di hati? Kenapa ia sekarang telah terganti dengan makhlukMu? Kenapa diri terlalu tega menggantikan tempat teragung itu dengan insan dan makhlukMu yang hina?"